Kelas Inspirasi: Menjadi Pengajar Dalam Sehari


Sebelumnya tidak pernah saya bayangkan bakal bisa berpartisipasi disalah satu projek dari Indonesia Mengajar ini. Di form pendaftaran tertulis semua volunteer harus memiliki pengalaman kerja di bidang nya minimal 2 tahun, tapi saya sejauh ini masih menjadi freelance writer dan photographer untuk beberapa media musik di Indonesia, selain saya memang memiliki media dan radio online sendiri di Yogyakarta, namun ternyata saya masuk menjadi Photographer dan Videographer di Projek Kelas Inspirasi untuk regional Yogyakarta.

Saya mendapat tugas penempatan di SDN Nglahar, Sleman Yogyakarta. Cukup jauh letak sekolah dasar ini karena sudah masuk ke daerah Wates, daerah perbatasan Bantul dengan Purworejo.  Saya ditempatkan bersama beberapa rekan pengajar, ada yang sebagai interpreter kenegaraan, human resource PT. Indosat Indonesia, pustakawan di kampus UGM,  penulis novel dan cerita inspirasi dari Jakarta, wartawan salah satu media cetak nasional di Semarang,  ketua PMI yang juga mantan walikota dari Yogyakarta, pelatih karate, dokter anestesi di rumah sakit Sardjito Yogyakarta dan  penjaga toko yang ternyata adalah manager dari Centro (sebuah outlet besar di berbagai mall di Indonesia) di kota Solo.

Meskipun tidak sempat ikut survey lokasi bersama teman – teman yang lain karena saya harus keluar kota, tapi saya tetap melakukan survey lokasi setelah sampai di Yogyakarta hari senin 18 Februari kemaren bersama salah satu photographer yang memang berhalangan hadir saat survey bersama tanggal  14 Februari 2013.

Hal pertama yang saya rasakan saat sampai di lokasi adalah ternyata sekolah ini tidak seperti yang saya bayangkan. Meskipun hanya memiliki sekitar 68 siswa, tapi sekolah ini cukup bersih dan terawat. Tidak seperti ekspetasi saya sebelumnya, mungkin bayangan saya akan ditempatkan disekolah terpencil dengan keadaan yang kurang terpelihara seperti di film Laskar Pelangi, ah! Ternyata itu hanya imajinasi saya saja. Kedaan disini jauh sudah lebih baik ternyata.

Satu hari sebelum penempatan di lokasi, sekitar pukul 1 dini hari saya mendapat kontak dari Bapak Fajar, leader kelompok kami bahwa saya diminta tolong membuat poster untuk kenang-kenangan saat Closing Ceremony esok hari nya.  Sempat bingung juga harus menyelesaikan deadline yang sangat mendadak ini, tapi berkat adanya lisensi Creative Commons, semua nya berasa jauh lebih mudah karena semua source yang saya butuhkan sudah ada di internet dan bebas pakai dengan ketentuan tertentu.

Dari beberapa teman yang mengajar di sekolah ini, saya ingin sedikit membahas apa yang saya alami di Kelas Ibu Diyah, yang memiliki profesi sebagai interpreter. Saya bersama beliau sempat tertegun sejenak dan akhirnya tertawa bersama saat salah satu siswa memilih negara Israel sebagai negara yang mewakili dirinya dalam simulasi pertemuan antar negara (ceritanya begitu). Memang semua negara tidak ada yang aneh dan tidak salah untuk dipilih, tapi alasan siswa ini memilih Israel adalah menurut dia Israel adalah negara paling jahat di dunia, ini yang membuat saya dan pengajar sedikit tertegun. Kebanyakan siswa di kelas tersebut memilih negara yang menarik berdasarkan warna bendera yang mereka lihat dari  buku atlas yang mereka bawa ke kelas, tapi siswa yang satu ini berbeda pemikirannya. Suatu saat bocah kecil ini bisa jadi anak yang kritis, batin saya.

Cita – cita. Salah satu tujuan dari projek ini memang menggali pemikiran anak Indonesia agar memiliki masa depan dan cita-cita yang lebih baik. Maka dari itu dipilih pengajar dari berbagai profesi yang berbeda, dan menceritakan tentang profesi mereka masing-masing, agar para siswa dapat memiliki cita-cita yang lebih baik lagi dengan semangat belajar yang baik tentunya. Ada  yang lucu juga saat mayoritas siswa kelas 1 ingin menjadi pemain sepak bola. Saya tertawa kecil saja dalam hati. Mungkin mereka belum tau apa yang sebenar nya terjadi di sepakbola Indonesia, tapi tidak salah juga mereka memiliki cita-cita menjadi pemain sepakbola, siapa tahu 20 tahun mendatang mereka bisa menjadi pemain sepakbola nasional yang membawa nama baik Indonesia, dan semoga sistem persepakbolaan di tanah air sudah jauh lebih baik lagi saat mereka sudah beranjak dewasa nanti. Saya sendiri sempat heran, sejak kecil saya tidak memiliki cita-cita ingin menjadi apa, tidak seperti kedua kakak saya yang ingin menjadi astronot dan dokter, toh akhirnya mereka sekarang menjadi dosen, sama seperti orang tua saya. Menjadi baik untuk diri sendiri dan orang lain, mungkin bisa jadi itu cita-cita saya sejak kecil sampai saat ini J

Untuk dokumentasi dari saya, bisa disimak ditautan berikut ini

This entry was posted on February 23, 2013 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

2 Responses to “ Kelas Inspirasi: Menjadi Pengajar Dalam Sehari ”

  1. proficiat,
    semoga semakin semangat dan lancar selalu dalam membantu saudara2 disekitar kita

    ReplyDelete